Rabu, 16 April 2014

KONSTRUKSI PENCITRAAN ALA JOKOWI


TITIN ROZAEN
ILMU KOMUNIKASI
41153030120023
SEMESTER IV/PUBLIC RELATION (PR)
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG
2014 









Dahsyatnya Media dalam mengangkat figure atau tokoh seseorang untuk kemudian menjadi sosok yang begitu dikenal dan diperbincangkan diberbagai social media memang tidak bisa disangkal lagi, baik media social online, surat kabar dan terutama media Televisi yang benar-benar dirasakan keampuhannya. Media televisi boleh dibilang sebagai garda terdepan dalam mendongkrak popularitas seseorang. Selain Karena jangkauan yang luas , media televisi juga bisa menggambarkan artikulasi secara visual dari sosok objek pemberitaan, yang kemudian bisa dilihat dan disaksikan bukan hanya kalangan menengah atas, tapi juga masyarakat bawah (grass root). Pendek kata media televisi adalah ruang publik yang paling efektif untuk pembentukan citra seseorang menjadi sosok yang dikenal.

Pemberitan media televisi bisa dikemas dengan berbagai cara ; bisa melalui iklan regular yang biasa saja, bisa melalui spot berita yang intensif /masif terhadap objek yang dijadikan berita, atau bisa juga dengan membayar spot khusus pada acara2 di televisi. Dan satu lagi yang juga sering dipakai adalah dengan menyewa (membayar) kepada station TV untuk sering memunculkan pemberitaan sesuai objek berita yang dinegosiasikan, tentunya pemberitaannya diarahkan pada hal yang positip yang bisa mepenagruhi opini publik di masyarakat. Hal ini sudah menjadi rahasia umum bahwa media-media yang ada itu memang bisa dipengaruhi oleh para pemilik modal lain atau bisa juga pemilik modal dari yang mempunyai media itu sendiri. Tentunya tidak pada semua media atau tayangan , tetapi biasanya hanya dipilih pada tayangan2 tertentu terutama yang bersifat politis.
Sebagian masyarakat mungkin masih beranggapan bahwa popularitas tidak menjamin keterpilihan (elektabilitas) seseorang, mungkin ada benar nya , tapi perlu diperhatikan juga bahwa seseorang juga tidak mungkin dipilih dan mempunyai elektabilitas tinggi bila sebelumnya orang tersebut tidak banyak dikenal publik (popular). Dengan demikian bisa dipahami bahwa seseorang yang mempunyai elektabilitas tinggi maka modal utama adalah harus sudah mempunyai popularitas terhadap dirinya.
Bagi figure /tokoh yang sudah mempunyai popularitas atau mungkin lumayan besar mempunyai modal popularitas, kemudian ingin mendongkrak terus popularitas tersbut , maka dia harus menjadi Media darling (disukai para pemburu berita). Hal ini sudah pernah dialami oleh presiden SBY pada masa pemilu 2004 dan 2009.

Dengan adanya modal popularitas maka akan lebih mudah bagi seseorang/figure tersebut untuk mencuri perhatian masyarakat melalui pemberitaan-pemberitaan media yang diharpakan nantinya akan mempunyai nilai plus (tambah) untuk meningkatkan atau mendongkrak elektabilitas . Untuk mewujdkan semua itu perlu dibangun pencitraan yang baik ditengah masyarakat, agar nantinya timbul simpati dan keberpihakan masyarakat kepada tokoh /figur tersebut.
Citra di dalam politik sebenarnya lebih dari sekedar strategi untuk menampilkan kandidat kepada para pemilih. Tetapi juga berkaitan dengan kesan yang dimiliki oleh pemilih baik yang diyakini sebagai hal yang benar atau tidak. Artinya, citra lebih dari sekedar pesan yang dibuat oleh kandidat ataupun gambaran yang dibuat oleh pemilih, tetapi citra merupakan negosiasi, evaluasi dan konstruksi oleh kandidat dan pemilih dalam sebuah usaha bersama. Dengan kata lain, keyakinan pemilih tentang kandidat berdasarkan interaksi atau kesalingbergantungan antara yang dilakukan oleh kandidat dan pemilih. Dengan demikian citra adalah transaksi antara strategi seorang kandidat dalam menciptakan kesan personal dengan kepercayaan yang sudah ada dalam benak para pemilih.
Penelitian tentang penggunaan media televisi untuk pencitraan politik bukanlah sesuatu yang baru. Tingginya konsumsi penggunaan televisi dibanding media massa lainnya, membuat masalah penggunaan televisi untuk memperbaiki citra politik menjadi sebuah kajian yang menarik untuk terus diamati.
Saat ini, hampir tidak ada, pencitraan partai politik atau tokoh politik yang akan mengikuti sebuah pemilihan jabatan politik yang tidak menggunakan media televisi.  Karenanya,   makin  banyak  kajian-kajian   yang  berkaitan  dengan  hal tersebut dilakukan banyak pakar komunikasi politik.  Tidak heran  banyak  teori-teori  yang  lahir dari pemanfaatan   media  massa,  terutama  televisi  untuk  pencitraan  partai  politik maupun  tokoh  politik,  seperti  teori  agenda  setting, yang  sudah  dikenal  luas hingga saat ini.
Teori utama yang digunakan  dalam penelitian ini, terutama yang menyangkut isi pemberitaan adalah teori agenda setting yang dikemukakan oleh Maxwell  E.  Combs  dan  Donald  Shaw  pada  tahun  1972.  Menurut  keduanya, dalam  agenda  setting akan  terlihat  bahwa  dalam  memilh  dan  menampilkan berita,   editor,   staf   dan   penyiar   memainkan   peranan   yang   penting   dalam membentuk realitas politik. Penonton /Pembaca sebenarnya tidak hanya disodorkan tentang sebuah issu tertentu, tetapi Penonton /pembaca juga diikat dalam issu-issu tersebut sesuai dengan yang diinginkan oleh media. Media massa menentukan issu mana yang penting,   media  mengatur   agenda   dan  berita  yang  akan  diberikan   kepada pembaca atau penontonnya.  (Stanley J. Baran dan Dennis K Davies)
Mengelola persoalan berupa kepercayaan masyarakat bukan tugas yang sederhana dan mudah. Mempublikasikan  dan mensosialisasikan  nilai  serta citra partai maupun sosok figure seseorang yang ingin ditonjolkan membutuhkan penanganan yang khusus, bahkan memerlukakan konsultan tersendiri yang khusus untuk mengelolanya, mengingat  dinamika  yang  berkembang tidak  mudah  diduga.  Oleh  sebab  itulah,  keberadaan media  massa  bagi  partai  politik  menjadi  sesuatu  yang  sangat  strategis  dan teramat penting. Kebutuhan akan eksistensi media dalam mempertahankan  dan menjaga  kesinambungan  hubungan  yang saling menguntungkan  antara , figure tokoh, parpol dan masyarakat sangat relevan dengan kepentingan parpol agar memperoleh dukungan masyarakat secara lebih berkelanjutan.
Pengaruh  media  dalam kehidupan  politik sangatlah  besar, media mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk mempengaruhi opini publik dan perilaku  masyarakat.  Cakupan  yang  luas  dalam  masyarakat  membuat  media massa dianggap sebagai salah satu cara yang efektif dalam pembentukan image partai maupun figure seseorang. Sebuah informasi yang dihasilkan oleh media massa, khususnya yang berkaitan  dengan  sebuah  parpol,  setidaknya  mempunyai  fungsi  untuk membentuk citra partai politik kepada khalayak.
Fenomena gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko widodo (Jokowi) yang fenomenal, kini mampu menyita perhatian banyak publik. Jokowi dengan segala image low profile dan pro rakyatnya itu dianggap sebagai gaya pemimpin yang baru dan mampu membuat perubahan kearah yang lebih progresif. "Gaya ndeso tapi bejo" ala Jokowi kini menjadi ciri khas tersendiri bagi diri Jokowi. Meskipun dianggap “ndeso” tetapi Jokowi juga dianggap “bejo” karena nyatanya mampu menyita banyak perhatian publik.
Kini Jokowi menjadi sorotan banyak media, baik media cetak maupun media elektronik hampir semua menempatkan news headline tentang Jokowi. di media-media tersebut memberitakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Jokowi. 
Gubernur DKI Jakarta yang terkenal dengan gaya kepemimpinan "Blusukan" tersebut menjadi magnet untuk publik. Namanya yang tiba-tiba saja meroket tinggi begitu membuat publik merasa interest terhadap sosok yang satu ini. Jokowi dianggap sebagai "artisnya dunia politik di Indonesia". Jokowi yang digadang-gadang untuk menjadi presiden mendapat blow-up news secara masif oleh media-media mainstream.

Karena itu, popularitas Jokowi terus menanjak tajam. Kini dia menjadi favorit untuk pemilihan presiden pada Juli 2014. Jokowi diusung partai PDI Perjuangan sebagai calon presiden dalam pertarungan pemilihan presiden 2014. Gaya kepemimpinan “Blusukan” ala Jokowi kini menjadi trendseter bagi dunia politik terutama bagi para calon-calon pemimpin bangsa yang ingin berkecimpung di dunia politik. Cara itu dianggap ampuh untuk membuat citra positif bagi para calon wakil rakyat untuk mengkampanyekan dirinya dan mengkampanyekan partai mereka.

Akan tetapi dibalik semua kepopuleran yang tengah dirasakan oleh Jokowi, disisi lain munculah berbagai isu-isu pro-kontra yang semakin gencar memberitakan tentang Jokowi. Gaya blusukan ala Jokowi dianggap hanya sebagai pencitraan publik semata, agar mindset publik dapat "tersentuh" oleh gaya kepemimpinan pro-rakyat ala Jokowi tersebut.
Menurut Pengamat Media dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi Syahputra, menilai Jokowi selama ini hanya mengandalkan pencitraan melalui berbagai kegiatan yang diliput media. Jokowi kurang melakukan komunikasi dengan rakyat.
Blusukan hanya jadi ajang pencitraan. Datang hanya untuk salaman, foto-foto, basa-basi sebentar kemudian masuk televisi. Komunikasi yang dilakukan terlihat tulus dan empati tetapi kering karena publik membaca ada motif lain yang tersembunyi. 
Sementara itu muncul isu dan pemberitaan tentang dibalik hiruk-pikuknya Pencitraan Jokowi baik untuk Pilkada DKI Jakarta maupun propaganda Pencapresannya yang diblow-up melalui Media Cetak maupun Elektronik , disinyalir bahwa dana pencitraan politik Jokowi disokong oleh Asosiasi Konglomerat Tionghoa, stigma publik sekarang dihebohkan dengan Jokowi yang dianggap sebagai "boneka" oleh para konglomerat tersebut, mereka mendukung Jokowi dengan segala macam cara dan memanfaatkan kepopularitasan Jokowi untuk memuluskan motif-motif tersembunyi sesuai dengan maksud dan tujuan mereka masing-masing. 
Kampanye politik yang dilakukan oleh Jokowi lebih memfokuskan pada blow-up news kepada media-media cetak dan elektronik, tim sukses (timses) yang berada dibalik Jokowi berusaha ekstra untuk menggaet media massa sebagai salah satu tools untuk mengkampanyekan Jokowi baik sebagai Gubernur DKI Jakarta maupun pencalonan presiden 2014. Tim sukses Jokowi memegang kendali dan melakukan protect yang kuat dan terkordinasi secara menyeluruh agar pemberitaan-prmberitaan yang dimuat di media massa memuat tentang citra positif Jokowi. 
Berikut strategi-strategi yang dilakukan oleh beberapa nama tokoh atau media massa yang disinyalir berada dibalik kesuksesan pencitraan Joko widodo (Jokowi) :
1) First Media Grup (beritasatu1.TV beritasatu .com, suara pembaruan, Jakarta Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor, Globe Asia, The Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life, Termasuk Beritasatu FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup), konglomerat yang bersahabat baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yg terjadi di AS, ketika James Riady cs tertangkap memberikan dana politik illegal jutaan dollar kepada timses capres Demokrat Bill Clinton untuk pemenangan Clinton pada pemilihan Presiden AS. Uang sumbangan James Riady cs itu kemudian terbukti berasal dari China Global Resources Ltd, sebuah perusahaan kedok milik China Military Intelligence (CMI). 

2) Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan Jokowi adalah Detik Grup. Akun social media Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita tentang pencitraan palsu Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita. Chairul Tanjung sebagai pemilik Trans Corp Group dinilai hanya dipinjam nama dan bertindak untuk dan atas kepentingan Antony Salim (Salim Grup). 

3) Kompas /Gramedia Grup yang mempunyai  KANAL BERITA KHUSUS untuk mempromosikan Jokowi dan Ahok. Diprediksi menjelang masa pilpres 2014, Kompas dan Gramedia Grup akan habis habisan mendukung Jokowi – Ahok karena sejalan dengan misi medianya, pelemahan Islam di Indonesia. 

4) Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan Iskan yang jumlahnya 185 TV, Koran, Online media dll. Sekitar 40% JawaPos Grup dikontrak. Namun, dipastikan jika Dahlan Iskan memiliki keinginan sebagai capres, Jawa Pos Grup tidak akan terlalu mendukung Jokowi kecuali mendapat permintaan khusus dari Chairul Tandjung, tokoh yang merekomendasikan Dahlan Iskan ke Presiden SBY untuk ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun 2011 lalu.

5) Yang paling gencar memberitakan Jokowi adalah Koran Rakyat Merdeka. Setiap waktunya selalu ada saja berita yang memuat berita istimewa tentang Jokowi. Disinyalir nilai Kontraknya puluhan Milyar.

6) Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yang mengorbitkan Jokowi dengan penghargaan “10 Tokoh Terbaik, hanya karena bisa memindahkan Pedagang Kaki Lima (PKL), itu pun dilakukan setelah hampir setahun bolak balik mengunjungi dan mengundang PKL makan bersama. Fakta terakhir, PKL Solo kembali ke lokasi awal sebelum pindah karena di tempat baru dagangan mereka tidak laku.

7) Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk pencitraan Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan). Alwi Hamu juga merupakan patner bisnis Dahlan Iskan di media dan PLTU Embalut, Kaltim yang sarat korupsi itu.

8) Metro TV, diberitakan saat Pilkada DKI mendapatkan nilai kontrak puluhan Milyar. Sejak dapat bisnis iklan dari Konglomerat – konglomerat pendukung Jokowi, Metro TV jadi corong nomor satu Jokowi, disamping jadi corong kampanye dan pencitraan Dahlan Iskan yang memberikan kontrak iklan luar biasa besar dari BUMN – BUMN kepada Metro TV.

9) SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi cukong utama. Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady. Dukungan promosi dan kampanye yang diberikan untuk Jokowi gratis alias tanpa bayaran, meski diduga sebenarnya sudah mendapatkan imbalan dari dana pemenangan Jokowi yang telah terkumpul puluhan triliun dari sumbangan para "konglomerat hitam" Indonesia.

10) Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV, Vivanews.com dll) milik Bakrie meski kontrak dengan Cukong (penyandang dana) Jokowi tetapi porsinya kurang dari 30%, dan masih melihat perkembangan situasi dan kondisi politik nasional mengingat Aburizal Bakrie masih berstatus Ketum (Ketua Umum) Partai Golkar dan kandidat capres. 

11) Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media seperti twitter, facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Bahkan di twitter juga mulai ada akun relawan yang berusaha menjelaskan dengan kata-kata manis mengenai tingkah-polahnya yang anomali pada tiap akun yang berkomentar negatif. Rumornya ia memiliki buzzer sebanyak 1500-2000an yang mengelola lebih dari 10.000 akun sosial media . Buzzer adalah semacam pasukan bayaran online, yang siap menjaga reputasinya di internet dengan cara menyusup di berbagai forum dan kolom komentar untuk mendongkrak citranya. Para buzzer bayaran ini akan berkomentar positif tentang Jokowi dan menyerang habis-habisan mereka yang tidak melihatnya sebagai “dewa”. Dulu waktu pilkada DKI, selain orang-orang yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga Tim Jasmev. Puluhan Milyar biayanya. Banyaknya akun palsu pembela Jokowi di sosial media. Untuk mendeteksi akun pembela Jokowi palsu tidak sulit. Salah satunya, banyak hal yang disampaikan sangat tidak masuk akal. Begitu disampaikan Praktisi Teknologi Informasi, Chafiz Anwar, ketika dihubungi wartawan, Jumat (1/11/2013).
Chafiz mengatakan ciri-ciri akun palsu yang digunakan, dari segi jumlah komentar melalui media sosial yang serentak menyerang ataupun membela Jokowi. Padahal, hal itu tidak mungkin dilakukan pemilik akun asli secara bersamaan.
Ciri lainnya yang juga mudah dianalisa adalah dengan membandingkan jumlah pembaca dan jumlah komentarnya. Untuk masalah Jokowi misalnya jika ada yang mengkritiknya di sebuah media online dan kemudian langsung ada serangan dari ribuan orang seperti itu pernah dialami terakhir oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Assegaf dan itu bisa ditegaskan kepalsuannya. Ciri lainnya yang juga bisa diliat adalah ketidakjelasan identitas para pemain akun yang biasanya menggunakan identitas palsu seperti foto-foto kartun.
Proses sokong-menyokong ini, sebagaimana rilis dari akun twitter @Triomacan2000
(yang menamakan diri mereka sebagai akun komunitas publik untuk pencerahan, perangi korupsi, kemunafikan pemimpin negeri. Provokasi untuk utamakan Kejujuran dan anak bangsa yang CERDAS dan MERDEKA),  ternyata dikoordinir oleh James Riady, Wakil Ketua Grup Bank Lippo, konglomerat besar di Indonesia. Dia adalah orang Tionghoa-Indonesia dan juga anak Mochtar Riady, pendiri Grup Lippo).
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menilik fenomena kepopuleran seorang Joko Widodo alias Jokowi sebagai bagian dari konstruksi media massa (Construction of Mass Media), 
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Media massa dikonstruksikan sebagai strategi-strategi cerdas untuk membangun sebuah news positive value (berita yang bernilai pisitif) tentang seorang Jokowi. Strategi-strategi kampanye politik atau pencitraan secara individu dilakukan melalui media massa untuk membentuk suatu opini publik yang positif, dalam hal ini tim sukses dari Jokowi memiliki peranan penting dan besar untuk mensukseskan proses kampanye image building (pencitraan diri), mereka bekerjasama dengan media untuk menstimulus publik dengan pemberitaan-pemberitaan tentang Jokowi yang bersifat positif, pada finalnya strategi tersebut dilakukan agar publik merasa bahwa figure Jokowi yang low-profile, dan pro-rakyat menjadi seorang figure yang layak untuk dijadikan sebagai presiden Republik Indonesia








SUMBER:






 

owi. ©2013 Merdeka.com  

VIVA.co.id 
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar