TITIN ROZAEN
ILMU KOMUNIKASI
41153030120023
SEMESTER IV/PUBLIC RELATION (PR)
UNIVERSITAS LANGLANGBUANA BANDUNG
2014
Dahsyatnya Media dalam mengangkat figure atau tokoh seseorang
untuk kemudian menjadi sosok yang begitu dikenal dan diperbincangkan diberbagai
social media memang tidak bisa disangkal lagi, baik media social online, surat kabar
dan terutama media Televisi yang benar-benar dirasakan keampuhannya. Media televisi
boleh dibilang sebagai garda terdepan dalam mendongkrak popularitas seseorang. Selain
Karena jangkauan yang luas , media televisi juga bisa menggambarkan artikulasi secara
visual dari sosok objek pemberitaan, yang kemudian bisa dilihat dan disaksikan bukan
hanya kalangan menengah atas, tapi juga masyarakat bawah (grass root). Pendek kata
media televisi adalah ruang publik yang paling efektif untuk pembentukan citra seseorang
menjadi sosok yang dikenal.
Pemberitan media televisi bisa dikemas dengan berbagai cara
; bisa melalui iklan regular yang biasa saja, bisa melalui spot berita yang intensif
/masif terhadap objek yang dijadikan berita, atau bisa juga dengan membayar
spot khusus pada acara2 di televisi. Dan satu lagi yang juga sering dipakai adalah
dengan menyewa (membayar) kepada station TV untuk sering memunculkan pemberitaan
sesuai objek berita yang dinegosiasikan, tentunya pemberitaannya diarahkan pada
hal yang positip yang bisa mepenagruhi opini publik di masyarakat. Hal ini sudah
menjadi rahasia umum bahwa media-media yang ada itu memang bisa dipengaruhi oleh
para pemilik modal lain atau bisa juga pemilik modal dari yang mempunyai media itu
sendiri. Tentunya tidak pada semua media atau tayangan , tetapi biasanya hanya dipilih
pada tayangan2 tertentu terutama yang bersifat politis.
Sebagian masyarakat mungkin masih beranggapan bahwa popularitas
tidak menjamin keterpilihan (elektabilitas) seseorang, mungkin ada benar nya , tapi
perlu diperhatikan juga bahwa seseorang juga tidak mungkin dipilih dan mempunyai
elektabilitas tinggi bila sebelumnya orang tersebut tidak banyak dikenal publik
(popular). Dengan demikian bisa dipahami bahwa seseorang yang mempunyai elektabilitas
tinggi maka modal utama adalah harus sudah mempunyai popularitas terhadap dirinya.
Bagi figure /tokoh yang sudah mempunyai popularitas atau mungkin
lumayan besar mempunyai modal popularitas, kemudian ingin mendongkrak terus popularitas
tersbut , maka dia harus menjadi Media darling (disukai para pemburu berita).
Hal ini sudah pernah dialami oleh presiden SBY pada masa pemilu 2004 dan 2009.
Dengan adanya modal popularitas maka akan lebih mudah bagi seseorang/figure
tersebut untuk mencuri perhatian masyarakat melalui pemberitaan-pemberitaan
media yang diharpakan nantinya akan mempunyai nilai plus (tambah) untuk meningkatkan
atau mendongkrak elektabilitas . Untuk mewujdkan semua itu perlu dibangun pencitraan
yang baik ditengah masyarakat, agar nantinya timbul simpati dan keberpihakan masyarakat
kepada tokoh /figur tersebut.
Citra di dalam politik sebenarnya lebih dari sekedar strategi
untuk menampilkan kandidat kepada para pemilih. Tetapi juga berkaitan dengan kesan
yang dimiliki oleh pemilih baik yang diyakini sebagai hal yang benar atau tidak.
Artinya, citra lebih dari sekedar pesan yang dibuat oleh kandidat ataupun gambaran
yang dibuat oleh pemilih, tetapi citra merupakan negosiasi, evaluasi dan konstruksi
oleh kandidat dan pemilih dalam sebuah usaha bersama. Dengan kata lain, keyakinan
pemilih tentang kandidat berdasarkan interaksi atau kesalingbergantungan antara
yang dilakukan oleh kandidat dan pemilih. Dengan demikian citra adalah transaksi
antara strategi seorang kandidat dalam menciptakan kesan personal dengan kepercayaan
yang sudah ada dalam benak para pemilih.
Penelitian tentang penggunaan media televisi untuk pencitraan
politik bukanlah sesuatu yang baru. Tingginya konsumsi penggunaan televisi dibanding
media massa lainnya, membuat masalah penggunaan televisi untuk memperbaiki citra
politik menjadi sebuah kajian yang menarik untuk terus diamati.
Saat ini, hampir tidak ada, pencitraan partai politik atau tokoh
politik yang akan mengikuti sebuah pemilihan jabatan politik yang tidak menggunakan
media televisi. Karenanya, makin banyak kajian-kajian
yang berkaitan dengan hal tersebut dilakukan banyak pakar
komunikasi politik. Tidak heran banyak teori-teori yang
lahir dari pemanfaatan media massa, terutama
televisi untuk pencitraan partai politik maupun
tokoh politik, seperti teori agenda
setting, yang sudah dikenal luas hingga saat ini.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini, terutama
yang menyangkut isi pemberitaan adalah teori agenda setting yang dikemukakan oleh
Maxwell E. Combs dan Donald Shaw pada
tahun 1972. Menurut keduanya, dalam agenda
setting akan terlihat bahwa dalam memilh
dan menampilkan berita, editor, staf
dan penyiar memainkan peranan
yang penting dalam membentuk realitas politik. Penonton
/Pembaca sebenarnya tidak hanya disodorkan tentang sebuah issu tertentu, tetapi
Penonton /pembaca juga diikat dalam issu-issu tersebut sesuai dengan yang diinginkan
oleh media. Media massa menentukan issu mana yang penting, media
mengatur agenda dan berita yang
akan diberikan kepada pembaca atau penontonnya.
(Stanley J. Baran dan Dennis K Davies)
Mengelola persoalan berupa kepercayaan masyarakat bukan tugas
yang sederhana dan mudah. Mempublikasikan dan mensosialisasikan nilai
serta citra partai maupun sosok figure seseorang yang ingin ditonjolkan membutuhkan
penanganan yang khusus, bahkan memerlukakan konsultan tersendiri yang khusus
untuk mengelolanya, mengingat dinamika yang berkembang tidak
mudah diduga. Oleh sebab itulah, keberadaan
media massa bagi partai politik menjadi sesuatu
yang sangat strategis dan teramat penting. Kebutuhan akan
eksistensi media dalam mempertahankan dan menjaga kesinambungan
hubungan yang saling menguntungkan antara , figure tokoh, parpol
dan masyarakat sangat relevan dengan kepentingan parpol agar memperoleh dukungan
masyarakat secara lebih berkelanjutan.
Pengaruh media dalam kehidupan politik sangatlah
besar, media mempunyai kemampuan yang cukup besar untuk mempengaruhi opini
publik dan perilaku masyarakat. Cakupan yang luas
dalam masyarakat membuat media massa dianggap sebagai salah
satu cara yang efektif dalam pembentukan image partai maupun figure seseorang. Sebuah
informasi yang dihasilkan oleh media massa, khususnya yang berkaitan dengan
sebuah parpol, setidaknya mempunyai fungsi untuk
membentuk citra partai politik kepada khalayak.
Fenomena gaya kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Joko
widodo (Jokowi) yang fenomenal, kini mampu menyita perhatian banyak publik.
Jokowi dengan segala image low profile dan pro rakyatnya itu dianggap sebagai gaya
pemimpin yang baru dan mampu membuat perubahan kearah yang lebih progresif.
"Gaya ndeso tapi bejo" ala Jokowi kini menjadi ciri khas tersendiri bagi
diri Jokowi. Meskipun dianggap “ndeso” tetapi Jokowi juga dianggap “bejo” karena
nyatanya mampu menyita banyak perhatian publik.
Kini Jokowi menjadi sorotan banyak media, baik media cetak maupun
media elektronik hampir semua menempatkan news headline tentang Jokowi. di
media-media tersebut memberitakan tentang hal-hal yang berkaitan dengan Jokowi.
Gubernur DKI Jakarta yang terkenal dengan gaya kepemimpinan
"Blusukan" tersebut menjadi magnet untuk publik. Namanya yang tiba-tiba
saja meroket tinggi begitu membuat publik merasa interest terhadap sosok
yang satu ini. Jokowi dianggap sebagai "artisnya dunia politik di
Indonesia". Jokowi yang digadang-gadang untuk menjadi presiden mendapat
blow-up news secara masif oleh media-media mainstream.
Karena itu, popularitas Jokowi terus menanjak tajam. Kini dia
menjadi favorit untuk pemilihan presiden pada Juli 2014. Jokowi diusung partai PDI
Perjuangan sebagai calon presiden dalam pertarungan pemilihan presiden 2014. Gaya
kepemimpinan “Blusukan” ala Jokowi kini menjadi trendseter bagi dunia
politik terutama bagi para calon-calon pemimpin bangsa yang ingin berkecimpung di
dunia politik. Cara itu dianggap ampuh untuk membuat citra positif bagi para calon
wakil rakyat untuk mengkampanyekan dirinya dan mengkampanyekan partai mereka.
Akan tetapi dibalik semua kepopuleran yang tengah dirasakan oleh
Jokowi, disisi lain munculah berbagai isu-isu pro-kontra yang semakin gencar memberitakan
tentang Jokowi. Gaya blusukan ala Jokowi dianggap hanya sebagai pencitraan publik
semata, agar mindset publik dapat "tersentuh" oleh gaya kepemimpinan
pro-rakyat ala Jokowi tersebut.
Menurut Pengamat Media dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Iswandi
Syahputra, menilai Jokowi selama ini hanya mengandalkan pencitraan melalui berbagai
kegiatan yang diliput media. Jokowi kurang melakukan komunikasi dengan rakyat.
Blusukan hanya jadi ajang pencitraan. Datang hanya untuk salaman,
foto-foto, basa-basi sebentar kemudian masuk televisi. Komunikasi yang dilakukan
terlihat tulus dan empati tetapi kering karena publik membaca ada motif lain
yang tersembunyi.
Sementara itu muncul isu dan pemberitaan tentang dibalik hiruk-pikuknya
Pencitraan Jokowi baik untuk Pilkada DKI Jakarta maupun propaganda Pencapresannya
yang diblow-up melalui Media Cetak maupun Elektronik , disinyalir bahwa dana pencitraan
politik Jokowi disokong oleh Asosiasi Konglomerat Tionghoa, stigma publik sekarang
dihebohkan dengan Jokowi yang dianggap sebagai "boneka" oleh para konglomerat
tersebut, mereka mendukung Jokowi dengan segala macam cara dan memanfaatkan kepopularitasan
Jokowi untuk memuluskan motif-motif tersembunyi sesuai dengan maksud dan tujuan
mereka masing-masing.
Kampanye politik yang dilakukan oleh Jokowi lebih memfokuskan
pada blow-up news kepada media-media cetak dan elektronik, tim sukses (timses)
yang berada dibalik Jokowi berusaha ekstra untuk menggaet media massa sebagai salah
satu tools untuk mengkampanyekan Jokowi baik sebagai Gubernur DKI
Jakarta maupun pencalonan presiden 2014. Tim sukses Jokowi memegang kendali dan
melakukan protect yang kuat dan terkordinasi secara menyeluruh agar pemberitaan-prmberitaan
yang dimuat di media massa memuat tentang citra positif Jokowi.
Berikut strategi-strategi yang dilakukan oleh beberapa nama tokoh
atau media massa yang disinyalir berada dibalik kesuksesan pencitraan Joko
widodo (Jokowi) :
1) First Media Grup (beritasatu1.TV beritasatu .com, suara pembaruan,
Jakarta Globe, Suara Pembaruan, The Straits Times, Majalah Investor, Globe
Asia, The Peak, Campus Asia, Student Globe, Kemang Buzz, Campus Life, Termasuk Beritasatu
FM. First Media Grup adalah milik James Riady (Lippo Grup), konglomerat yang bersahabat
baik dgn Bill Clinton dan terlibat Lippo Gate yg terjadi di AS, ketika James Riady
cs tertangkap memberikan dana politik illegal jutaan dollar kepada timses capres
Demokrat Bill Clinton untuk pemenangan Clinton pada pemilihan Presiden AS. Uang
sumbangan James Riady cs itu kemudian terbukti berasal dari China Global
Resources Ltd, sebuah perusahaan kedok milik China Military Intelligence (CMI).
2) Media lain yang dikontrak mahal untuk pencitraan Jokowi adalah
Detik Grup. Akun social media Detik.com Setiap hari, detikcom memuat berita tentang
pencitraan palsu Jokowi puluhan bahkan kadang lebih 100 berita. Chairul Tanjung
sebagai pemilik Trans Corp Group dinilai hanya dipinjam nama dan bertindak untuk
dan atas kepentingan Antony Salim (Salim Grup).
3) Kompas /Gramedia Grup yang mempunyai KANAL BERITA KHUSUS
untuk mempromosikan Jokowi dan Ahok. Diprediksi menjelang masa pilpres 2014, Kompas
dan Gramedia Grup akan habis habisan mendukung Jokowi – Ahok karena sejalan dengan
misi medianya, pelemahan Islam di Indonesia.
4) Jawa Pos Grup. Tidak melibatkan semua media milik Dahlan Iskan
yang jumlahnya 185 TV, Koran, Online media dll. Sekitar 40% JawaPos Grup dikontrak.
Namun, dipastikan jika Dahlan Iskan memiliki keinginan sebagai capres, Jawa Pos
Grup tidak akan terlalu mendukung Jokowi kecuali mendapat permintaan khusus dari
Chairul Tandjung, tokoh yang merekomendasikan Dahlan Iskan ke Presiden SBY untuk
ditunjuk sebagai Menteri BUMN tahun 2011 lalu.
5) Yang paling gencar memberitakan Jokowi adalah Koran Rakyat
Merdeka. Setiap waktunya selalu ada saja berita yang memuat berita istimewa tentang
Jokowi. Disinyalir nilai Kontraknya puluhan Milyar.
6) Tempo (majalah dan Online) adalah media pelopor yang mengorbitkan
Jokowi dengan penghargaan “10 Tokoh Terbaik, hanya karena bisa memindahkan Pedagang
Kaki Lima (PKL), itu pun dilakukan setelah hampir setahun bolak balik mengunjungi
dan mengundang PKL makan bersama. Fakta terakhir, PKL Solo kembali ke lokasi awal
sebelum pindah karena di tempat baru dagangan mereka tidak laku.
7) Tribunnews Grup (Bosowa dan Kompas) juga dikontrak untuk pencitraan
Jokowi. Demikian juga Fajar Grup (Alwi Hamu / Dahlan Iskan). Alwi Hamu juga merupakan
patner bisnis Dahlan Iskan di media dan PLTU Embalut, Kaltim yang sarat korupsi
itu.
8) Metro TV, diberitakan saat Pilkada DKI mendapatkan nilai kontrak
puluhan Milyar. Sejak dapat bisnis iklan dari Konglomerat – konglomerat pendukung
Jokowi, Metro TV jadi corong nomor satu Jokowi, disamping jadi corong kampanye dan
pencitraan Dahlan Iskan yang memberikan kontrak iklan luar biasa besar dari BUMN
– BUMN kepada Metro TV.
9) SCTV grup. Pemiliknya Edi dan Popo Sariatmadja malah menjadi
cukong utama. Koordinator media pencitraan Jokowi, membantu James Riady. Dukungan
promosi dan kampanye yang diberikan untuk Jokowi gratis alias tanpa bayaran, meski
diduga sebenarnya sudah mendapatkan imbalan dari dana pemenangan Jokowi yang telah
terkumpul puluhan triliun dari sumbangan para "konglomerat hitam"
Indonesia.
10) Media raksasa lain seperti Vivanews grup (TV One, ANTV, Vivanews.com
dll) milik Bakrie meski kontrak dengan Cukong (penyandang dana) Jokowi tetapi porsinya
kurang dari 30%, dan masih melihat perkembangan situasi dan kondisi politik nasional
mengingat Aburizal Bakrie masih berstatus Ketum (Ketua Umum) Partai Golkar dan kandidat
capres.
11) Selain media cetak, televisi mainstream, sosial media seperti
twitter, facebook, kaskus dll juga dikontrak khusus. Bahkan di twitter juga mulai
ada akun relawan yang berusaha menjelaskan dengan kata-kata manis mengenai tingkah-polahnya
yang anomali pada tiap akun yang berkomentar negatif. Rumornya ia memiliki buzzer
sebanyak 1500-2000an yang mengelola lebih dari 10.000 akun sosial media . Buzzer
adalah semacam pasukan bayaran online, yang siap menjaga reputasinya di internet
dengan cara menyusup di berbagai forum dan kolom komentar untuk mendongkrak citranya.
Para buzzer bayaran ini akan berkomentar positif tentang Jokowi dan menyerang
habis-habisan mereka yang tidak melihatnya sebagai “dewa”. Dulu waktu pilkada DKI,
selain orang-orang yang permanen kelola akun untuk pencitraan Jokowi, dibentuk juga
Tim Jasmev. Puluhan Milyar biayanya. Banyaknya akun palsu pembela
Jokowi di sosial media. Untuk mendeteksi akun pembela Jokowi palsu tidak sulit.
Salah satunya, banyak hal yang disampaikan sangat tidak masuk akal. Begitu disampaikan
Praktisi Teknologi Informasi, Chafiz Anwar, ketika dihubungi wartawan, Jumat
(1/11/2013).
Chafiz mengatakan ciri-ciri akun palsu yang digunakan, dari segi
jumlah komentar melalui media sosial yang serentak menyerang ataupun membela Jokowi.
Padahal, hal itu tidak mungkin dilakukan pemilik akun asli secara bersamaan.
Ciri lainnya yang juga mudah dianalisa adalah dengan membandingkan jumlah pembaca
dan jumlah komentarnya. Untuk masalah Jokowi misalnya jika ada yang mengkritiknya
di sebuah media online dan kemudian langsung ada serangan dari ribuan orang seperti
itu pernah dialami terakhir oleh Ketua Fraksi Partai Demokrat, Nurhayati Assegaf
dan itu bisa ditegaskan kepalsuannya. Ciri lainnya yang juga bisa diliat adalah
ketidakjelasan identitas para pemain akun yang biasanya menggunakan identitas palsu
seperti foto-foto kartun.
Proses sokong-menyokong ini, sebagaimana rilis dari akun twitter
@Triomacan2000
(yang menamakan diri mereka sebagai akun komunitas publik untuk
pencerahan, perangi korupsi, kemunafikan pemimpin negeri. Provokasi untuk utamakan
Kejujuran dan anak bangsa yang CERDAS dan MERDEKA), ternyata dikoordinir oleh
James Riady, Wakil Ketua Grup Bank Lippo, konglomerat besar di Indonesia. Dia adalah
orang Tionghoa-Indonesia dan juga anak Mochtar Riady, pendiri Grup Lippo).
Dalam tulisan ini, penulis mencoba menilik fenomena kepopuleran
seorang Joko Widodo alias Jokowi sebagai bagian dari konstruksi media massa
(Construction of Mass Media),
Karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan media massa adalah
menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media massa adalah mengkonstruksi
berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa
yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh
isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Constructed
reality) dalam bentuk wacana yang bermakna. Media massa dikonstruksikan sebagai
strategi-strategi cerdas untuk membangun sebuah news positive value (berita
yang bernilai pisitif) tentang seorang Jokowi. Strategi-strategi kampanye politik
atau pencitraan secara individu dilakukan melalui media massa untuk membentuk suatu
opini publik yang positif, dalam hal ini tim sukses dari Jokowi memiliki peranan
penting dan besar untuk mensukseskan proses kampanye image building (pencitraan
diri), mereka bekerjasama dengan media untuk menstimulus publik dengan pemberitaan-pemberitaan
tentang Jokowi yang bersifat positif, pada finalnya strategi tersebut dilakukan
agar publik merasa bahwa figure Jokowi yang low-profile, dan
pro-rakyat menjadi seorang figure yang layak untuk dijadikan sebagai presiden
Republik Indonesia
SUMBER:
owi. ©2013 Merdeka.com
VIVA.co.id